Windows Phone hingga saat ini masih jauh dalam perolehan pangsa pasar jika dibandingkan Android dan iOS. Kegagalan Windows Phone sejauh ini bukan merupakan faktar kualitas platform itu sendiri, sebaliknya untuk saat ini Windows Phone bukan saja setara dengan Android maupun iOS namun bahkan dalam banyak hal sudah mengungguli keduanya. Faktor penyebab kegagalan Windows Phone sejauh ini tak lain adalah kesalahan strategi Nokia (dulu) dan Microsoft sendiri.
Windows Phone jatuh pada kesalahan yang sama dengan Blackberry pasca kejatuhan perusahaan tersebut sebelum pada akhirnya kembali menemukan identitas diri lewat Blackberry Passport. Setidaknya demikian menurut analisa seorang analis pasar dari Jackdraw Research, Jan Dawson. Alih-alih memperkuat diferensiasinya, Windows Phone dan Blackberry terjebak untuk mengikuti trend yang diciptakan oleh Apple dan Google karena tergoda pada perolehan pangsa pasar keduanya.
Alasan di Balik Kegagalan Windows Phone
Meski lini produk Lumia beberapa kali menunjukkan kualitas yang superior atas Android dan iPhone terutama untuk lini produk di segmen high-end namun masih kentara bagaimana Microsoft, maupun Nokia pada saat itu sekedar melakukan copy strategi dari kompetitor. Seri Lumia misalnya, baik ketika masih bernama Nokia Lumia maupun setelah berganti menjadi Microsoft Lumia meski melahirkan beberapa ponsel kelas high-end yang layak disejajarkan dengan Android maupun iPhone secara kualitas namun tidak memiliki kekhasan dan diferensiasi yang membedakannya dari iPhone maupun Android.
Tak hanya itu, seolah mengikut strategi Samsung Mobile kala itu Nokia yang menjadi mitra resmi Microsoft turut bermain di semua kelas mulai dari low-end, mid-range hingga high-end. Hasil dari perencanaan yang kurang matang dan lemahnya diferensiasi itu pangsa pasar tertinggi Windows Phone hanya dicapai pada tahun 2013, itupun hanya 3.4% yang berhasil dikuasai dan setelahnya bahkan terus merosot.
Segmen high-end di industri ponsel saat ini dikuasai oleh platform iOS, sementara sisanya dikuasai oleh Android yang merupakan gabungan dari berbagai merek. Karena itu tanpa diferensiasi yang jelas bakal sulit rasanya bagi Windows Phone untuk bersaing dengan keduanya.
iOS memiliki iPhone yang mampu mewakili kekhasan sistem operasi tersebut, demikian pula Android meski ada banyak merek dan vendor yang terlibat namun Google memiliki merek Nexus yang menjadi representasi resmi dari kekhasan Android. Bagaimana dengan Windows Phone? Bahkan sampai diambil alih oleh Microsoft sendiri pun hingga saat ini belum ada handset Windows Phone yang mampu menunjukkan jati diri unik platform tersebut. Sebaliknya, alih-alih merilis model flagship yang mewakili keunikan Windows Phone justru Microsoft mengawali dengan ponsel kelas low-end yaitu Microsoft Lumia 535 beberapa waktu lalu.
Kegagalan diferensiasi yang dilakukan sejak era Nokia menurut Jan Dawson sudah merusak potensi seri Lumia sendiri. Karena itu jika Microsoft memang serius ingin menunjukkan diferensiasi Windows Phone semestinya mereka membangun lini merek baru dan bukan lagi menggunakan nama “Lumia”.
Mengenai alasan minimnya ketertarikan pengembang untuk merilis aplikasi dengan platform Windows Phone ditengarai juga erat kaitannya dengan tingkat penjualan yang rendah. Saat ini Windows Phone terjebak pada sebuah “lingkaran setan”. Kegagalan melakukan diferensiasi menyebabkan konsumen tidak melirik HP Windows Phone, dampaknya tentu saja adalah tingkat penjualan yang rendah. Tingkat penjualan yang rendah menyebabkan pengembang tidak terlalu berminat merilis aplikasi untuk platform tersebut dan demikian seterusnya. Karena itu melahirkan model flagship yang oleh Jan Dawson disebut sebagai “killer flagship” dengan diferensiasi jelas merupakan langkah krusial bagi masa depan Windows Phone.
Strategi Microsoft dengan Windows Phone sendiri sebenarnya tidak benar-benar gagal. Setidaknya untuk kelas low-end Microsoft menujukkan diri mampu mengungguli Android untuk beberapa saat. Di segmen low-end dimana menyumbang sekitar 40% dari total penjualan ponsel Lumia, baik saat masih ditangani oleh Nokia maupun setelah ditangani oleh Microsoft ponsel Nokia Lumia mampu mengancam penjualan handset Android. Wajar saja, sebab dengan harga yang sama namun kualitas Nokia Lumia jauh di atas ponsel Android di kelas tersebut.
Sayangnya kondisi ini tak bertahan lama, pasalnya Google segera menyadari ancaman tersebut. Dan meski vendor besar seperti Samsung Mobile tetap merilis lini HP Android Samsung Galaxy berkualitas rendah di segmen low-end hingga mid-end namun Google berhasil menekan beberapa vendor lain seperti Motorola dan Asus untuk meningkatkan kualitas HP Android di segmen low-end dan mid-low agar setara dari sisi kualitas dengan Nokia Lumia. Motorola Moto E, Motorola Moto G, Asus Zenfone 4 dan Asus Zenfone 5 adalah hasilnya. Dari sisi kualitas dan harga keempat ponsel Android itu sanggup bersaing dengan Nokia Lumia 520, Nokia Lumia 530 dan bahkan Microsoft Lumia 535. Dan lagi-lagi karena Android menyediakan aplikasi yang lebih kaya maka dengan harga serta kualitas setara konsumen kembali berpaling ke sistem operasi besutan Google itu.
Apa Solusi Bagi Kegagalan Windows Phone Sejauh Ini?
Melihat kegagalan Windows Phone berikut blunder yang dilakukannya sejauh ini maka setidaknya ada tiga hal yang mesti ditempuh oleh Microsoft. Pertama-tama adalah menarik minat pengembang aplikasi, setidaknya hal ini bisa dilakukan yang dengan menujukkan potensi platform tersebut di masa mendatang. Yang kedua adalah mendesain model flagship yang bukan sekedar setara namun melebihi flagship dari kompetitor. Dan yang ketiga sudah barang tentu adalah memperkuat diferensiasi Windows Phone itu sendiri.
Sebelumnya Microsoft juga mengalami kendala serta kegagalan yang sama lewat Microsoft Surface, namun begitu berhasil melakukan repositioning serta diferensiasi yang jelas hasilnya Microsoft Surface 3 mencapai performa penjualan yang menggembirakan sejauh ini. Positioning serta diferensiasi yang menjadi kunci sukses Microsoft Surface 3 sempat diterapkan untuk Windows Phone namun gagal, karena karakter produk keduanya sangatlah berbeda. Jika Microsoft Surface 3 merupakan pendukung produktivitas, sementara smartphone lebih dipandang sebagai perangkat hiburan personal.
Menarik pengembang aplikasi untuk mengembangkan aplikasi Windows Phone memang tidak mudah, karena keputusan itu bukan berada di tangan Microsoft melainkan di tangan masing-masing developer. Karenanya alih-alih berfokus pada kesenjangan jumlah aplikasi Windows Phone dibanding Android dan iOS sebaiknya Microsoft berfokus pada hal-hal yang bisa dikendalikannya sendiri seperti:
1. Mempromosikan Keunggulan Platform Windows Phone dibanding Kompetitor
Ponsel Windows Phone selama ini unggul dari sisi ekosistem berikut kualitas fitur kamera yang lebih baik dibandingkan HP Android merek apapun. Di sektor aplikasi meski jumlahnya minim namun dari sisi produktivitas lagi-lagi Windows Phone unggul atas Android antara lain berkat dukungan Outlook Express serta akun e-mail lainnnya yang terintegrasi. Pada versi terbarunya bahkan asisten digital yang diberi nama “Cortana” diakui oleh banyak pengamat berkali-kali lipat lebih unggul serta manusiawi dibandingkan “Siri” milik iOS. Kualitas sistem operasinya sendiri tidak perlu dipertanyakan, sebab pada ponsel Windows Phone paling murah sekalipun hampir tidak ditemukan gejala lag atau crash seperti yang kerap terjadi pada ponsel berbasis Android. “Lumia… the Best Smartphone You Can Afford. Kurang lebih tagline semacam itu yang bisa digunakan oleh Microsoft untuk memperkuat positioning dari seri Lumia. Penekanan pada kalimat “the best smartphone” dan “you can afford” menjadi kuncinya.
2. Meningkatkan Fleksibilitas dan Perubahan yang Signifikan
Siapapun yang sudah terbiasa dengan ponsel berbasis Windows Phone pasti tahu bahwa fleksibilitas merupakan kelemahan utama dari platform ini jika dibandingkan dengan Android.
Sementara jika dibandingkan dengan iPhone, perubahan ponsel Windows Phone terutama keluaran Microsoft dari generasi ke generasi tidak tampak terlalu signifikan sehingga tak jarang konsumen loyal pun masih berpikir dua kali untuk mengganti ponsel lama mereka dengan yang baru ketika generasi terbaru Windows Phone diluncurkan.
3. Melahirkan Fitur yang Menonjol dan Menonjolkan Fitur yang Dimiliki
Ada banyak fitur serta kelebihan yang ditawarkan Windows Phone sejauh ini namun entah karena kampanye pemasaran yang tak mampu menonjolkan kelebihan tersebut atau memang fitur itu tidak dipandang terlalu penting menjadi biang keladi kegagalan Windows Phone meraih penjualan menjanjikan sejauh ini.
Di tengah maraknya aktivitas selfie dewasa ini Microsoft dengan latah merilis aplikasi “Lumia Selfie” yang bukan saja tidak mampu mengangkat popularitas Windows Phone di kalangan maniak selfie namun kualitas aplikasi itu sendiri juga justru merusak citra Windows Phone secara umum karena ada banyak kekurangan di sana-sini.
Vendor dengan platform Android memanfaatkan trend selfie dengan menawarkan kamera depan 5 MP atau bahkan lebih. Bagaimana dengan Windows Phone? Sebagian besar ponsel berbasis Windows Phone sudah dilengkapi dengan lensa kamera lebar serta kualitas yang lebih baik ketimbang ponsel Android di kelas yang sama, jadi alih-alih menghadirkan aplikasi selfie atau merilis ponsel selfie seperti Nokia Lumia 730 dan Nokia Lumia 735 akan lebih baik jika Microsoft mengkampanyekan keunggulan yang sudah dimiliki oleh lensa kamera ponsel Lumia. Sebab dengan lensa kamera lebar seperti yang dimiliki beberapa ponsel Windows Phone dari seri Lumia, apa gunanya menambahkan kamera depan dengan sensor 5 MP atau lebih?
4. Beri Nama yang Sederhana Namun Bermakna
Microsoft perlu memikirkan nama yang sederhana namun berkesan bagi konsumen dan bukannya menggunakan angka-angka meneruskan tradisi Nokia yang membuat konsumen sulit untuk mengingatnya. Google memilih nama “Nexus” dengan bijak, ketika mendengar nama “Nexus” para konsumen loyal Google Nexus langsung memiliki persepsi positif tertentu terhadapnya selain mudah untuk diingat.
Tentu beberapa hal di atas sifatnya teoritis bahkan cenderung idealis faktanya tak bisa dipungkiri bahwa dibalik idealisme tersebut Microsoft yang sudah menanamkan investasi berjuta-juta dollar untuk membangun Windows Phone tentulah mengharapkan pengembalian investasi dalam waktu singkat dengan menjual demikian banyak jenis Windows Phone di berbagai segmen meski mungkin bukan langkah bijak dalam jangka panjang.