Samsung Mobile sebagai salah satu perusahaan mapan di industri ponsel merilis Samsung Galaxy E5, E7, A3 fan A5 sebagai pembuka jalan mereka di awal tahun 2015 ini. Merilis empat smartphone Android Samsung Galaxy terbaru sekaligus menunjukkan agresivitas mereka dalam upayanya menguasai pangsa pasar dan meningkatkan penjualan sepanjang tahun 2015. Strategi perusahaan asal Korea itu layak untuk dicermati karena berbeda dari kebiasaan mereka yang sudah-sudah.
Samsung Galaxy sebelumnya nyaris tak pernah diperkenalkan pada gelaran CES, sebab perusahaan asal Korea itu yakin bahwa produknya tak memerlukan promosi di gelaran massal semacam itu. Namun kali ini empat ponsel sekaligus diperkenalkan pada event CES 2015 yang dianggap sebagai indikator bahwa raksasa elektronik tersebut mulai khawatir dengan tingkat penjualan serta pangsa pasar mereka yang merosot tajam di industri ponsel sepanjang tahun 2014 lalu.
Samsung memang masih menyimpan Samsung Galaxy S6 yang tampaknya tetap akan dirilis pada gelaran eksklusif di Las Vegas pada kuartal kedua atau ketiga tahun ini namun perubahan sikap mereka yang tiba-tiba tampak merasa perlu memanfaatkan ajang CES memang cukup mengejutkan.
Sepanjang tahun 2014 handset Samsung Galaxy yang lini produknya begitu homogen memang masih mencatatkan penjualan tertinggi di antara ponsel Android namun jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya pangsa pasar serta tingkat penjualan mereka menurun secara signifikan. Kehadiran pemain-pemain baru seperti Meizu, Xiaomi dan OnePlus di Cina, Asus di Taiwan ditambah lagi Micromax dan Karbonn di India merupakan faktor yang berpengaruh terhadap menurunnya penjualan produk Samsung. Sebab selama ini pasar terbesar mereka adalah di emerging markets terutama di Cina dan India. Kondisi itu masih diperparah lagi dengan reformasi yang terjadi di tubuh Motorola yang menjadikan perusahaan yang kini dikuasai oleh grup Lenovo itu cukup dominan di segmen low-end dan mid-low lewat Motorola Moto E dan Moto G.
Bukan hanya di segmen bawah dan menengah Samsung mengalami kemerosotan penjualan, hal yang sama terjadi pula di kelas high-end. Memang di masa lalu ponsel Samsung Galaxy selalu terkenal dengan harga yang miring dibandingkan iPhone serta inovasi yang lebih baik dibanding kompetitor lain. Namun kondisi itu berubah dalam beberapa tahun belakangan sebab selain kompetitor sesama produsen ponsel Android mampu mengejar inovasi Samsung Galaxy di kelas flagship juga harga handset Samsung sendiri terus meningkat secara signifikan hingga dalam batasan yang kurang bisa diterima logika.
Memang harga handset Samsung Galaxy masih belum semahal iPhone, namun suka atau tidak suka harus diterima bahwa pertama-tama merek Samsung belum setara dengan Apple selain itu dari sisi produknya sendiri iPhone tetaplah benchmark di industri smartphone dan sebagian besar produsen smartphone Android sekedar mengekor trend yang diciptakan oleh Apple lewat iPhone. Karena itu mematok harga mendekati iPhone bukanlah strategi yang bijaksana.
Samsung Galaxy seri S sendiri di awal mulanya memang meraih popularitas dengan sangat cepat karena dianggap sebagai alternatif lebih murah dibanding iPhone serta fleksibilitas dan inovasi lebih baik dibanding Blackberry. Namun kehadiran kompetitor di tahun-tahun berikutnya seolah membuka mata konsumen bahwa keunggulan Samsung Galaxy S sebenarnya tak lebih dari sekedar gimmick, tidak ada fitur yang benar-benar substansial.
Di segmen entry-level hingga menengah selama bertahun Samsung menikmati margin keuntungan yang besar lewat penjualan handset yang sebenarnya biasa-biasa saja namun dibanderol dengan harga tinggi meski sekedar mendompleng nama besar Samsung Galaxy seri S. Minimnya kompetitor dan pengetahuan calon konsumen di emerging markets di masa lalu merupakan kondisi yang menguntungkan dan dieksploitasi oleh perusahaan asal Korea itu.
Selama menikmati margin besar di segmen entry-level dan menengah di emerging markets tersebut Samsung seolah lupa perilaku asli dari konsumen di emerging market yang meski brand-minded namun pada saat yang sama juga sekaligus price sensitive. Karena itu begitu Motorola merilis Moto G diikuti Moto E, Xiaomi merilis Redmi 1s dan Redmi Note penjualan Samsung Galaxy di segmen bawah dan menengah langsung tergerus dengan cepat.
Kompetisi di industri ponsel terutama di segmen low dan midranges yang makin memanas dalam dua tahun belakangan memaksa Samsung mengubah strategi. Harga smartphone Samsung Galaxy didiskon secara signifikan, bahkan flagship model mereka yaitu Samsung Galaxy S5 sudah mengalami pemangkasan harga setidaknya dua kali hanya dalam kurun waktu tiga bulan.
Selain memangkas harga strategi perusahaan asal Korea untuk tahun 2015 ini adalah dengan merilis Samsung Galaxy seri A yang dengan desain elegan serta casing metal diharapkan mampu menarik minat calon konsumen yang menghargai estetika desain dan selama ini memang tidak pernah melirik ponsel Samsung Galaxy. Di sisi lain Samsung masih mengakomodir konsumen lamanya yang tidak terlalu peduli dengan estetika merek namun sekedar membutuhkan ponsel dengan performa imbang serta harga yang relatif terjangkau lewat Samsung Galaxy E.
Sukses atau tidaknya strategi terbaru dalam mendongkrak penjualan Samsung Galaxy tentu masih harus dibuktikan setidaknya dalam waktu enam bulan kedepan. Namun keputusan Samsung untuk memainkan strategi agresif di tahun ini semestinya menjadi peringatan bagi kompetitor untuk meningkatkan kewaspadaannya.